Google News

Tempointeraktif

Eramuslim

Selasa, 04 September 2007

Ustad Abu: Syariah Tak Perlu Musyawarah

HTI-Press—Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustad Abu Bakar Ba’asyir menyatakan syariah Islam adalah harga mati yang harus diperjuangkan oleh umat Islam. Dengan syariah, umat Islam akan mendapatkan kemuliaan. Karenanya, tidak boleh ada sikap moderat dalam persoalan syariat. ’Tidak ada musyawarah kalau sudah syariah. Resep dokter saja tidak pakai musyawarah, apalagi ini resep dari Allah,’’ katanya dalam Forum Sosial Kajian Kemasyarakatan (FKSK) ke-30 yang mengangkat tema ’Konferensi Khilafah Internasional 2007dan Upaya penegakan Khilafah’ di Jakarta, Senin (27/8). Musyawarah, menurutnya, boleh dalam hal yang tidak diatur dalam syariah misalnya membangun fasilitas publik, tapi itupun harus tetap mengacu pada aturan Islam.

Acara rutin bulanan ini menampilkan tiga pembicara yakni Ustad Abu, Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), dan Ustad M Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam). Habib Rizieq Shihab yang juga diundang, berhalangan karena sakit. Lebih dari 300 orang memadati ruang acara hingga banyak yang tidak kebagian tempat duduk.

Menurut Ustad Abu, orang beriman wajib berjuang agar syariah Islam bisa diterapkan. Usaha itu harus dilakukan dengan upaya maksimal sesuai kemampuannya. ’’Yang jelas thaghut harus diingkari dan wajib ditolak,’’ paparnya.

Ia menilai saat ini kerinduan umat Islam terhadap Islam terjadi di mana-mana. Salah satunya ditunjukkan dengan besarnya animo masyarakat untuk menghadiri Konferensi Khilafah Internasional 12 Agustus lalu. Karenanya, lanjutnya, tantangan ke depan pun akan semakin berat.

Ustad Abu kemudian mengutip sebuah kitab yang membahas tentang sepak terjang Yahudi. Dalam kitab itu digambarkan bahwa Yahudi akan mendirikan imperium dunia. Namun ada satu penghalang yang menghambat terwujudnya tujuan itu yakni Islam yang berbentuk kekuasaan. ’’Maka dibentuklah pemerintahan pura-pura yang seolah-olah memberi ruang kepada umat Islam untuk andil, tapi tidak akan pernah memberikan kepada umat Islam kekuasaan dalam arti yang sebenarnya,’’ tandasnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Ngruki Solo ini pun sepakat bahwa khilafah wajib ditegakkan. Menurutnya, keberadaan khilafah akan mampu mengatasi perpecahan umat yang terjadi saat ini. ’’Selama belum ada khilafah, umat Islam akan tetap terpecah belah. Itu sudah sunatullah,’’ tandasnya.

Ia pun membantah serangan pemikiran orang antisyariah yang menyatakan banyak penyimpangan dalam pemerintahan Islam masa lalu. Menurutnya, penyimpangan itu tidak bisa digeneralisasikan bahwa sistem Islam itu salah karena yang menyimpang pelaksananya. Ustad Abu mengatakan memang sistem khilafah Utsmaniyah mirip kerajaan dalam pemilihan khalifahnya, tapi para khalifah itu tetap berhukum kepada Alquran dan Sunnah, bukan yang lain.

Sementara itu Ismail Yusanto menyatakan apa yang dilakukan oleh HTI dalam berdakwah sebenarnya tidak istimewa. HTI hanya berjuang dalam rangka isti’nafil hayatil islamiyah (melanjutkan kehidupan Islam) yakni berusaha menerapkan Islam seluruhnya. Perjuangan itu dilakukan dengan proses pembinaan umat melalui penyadaran agar mau hidup dalam naungan Islam.

Ia menguraikan kembali substansi khilafah yakni syariah dan ukhuwah. Syariah adalah perkara mutlak yang harus dilaksanakan sehingga sikap muslim adalah sami’na wa atha’na (kami mendengar dan kami taat) karena itu merupakan kewajiban setiap Muslim. ’’karenanya, khilafah adalah the only choice. Inilah makna kedaulatan di tangan Allah,’’ tandasnya.

Ia membandingkan dengan sistem demokrasi yang bisa jadi membolehkan masuknya syariah ke dalamnya. ’’Tapi syariah dalam sistem demokrasi hanya menjadi option (pilihan), dan yang berdaulat adalah rakyat,’’ paparnya.

Sedangkan Ustad Al Khaththath mengajak umat Islam bersatu untuk menghadang upaya pecah belah. Ia juga mengajak umat untuk terus menyuarakan syariah dan khilafah di tempatnya masing-masing. Ia mengingatkan belakangan ada upaya untuk menghadang opini syariah dan khilafah yang dilakukan tidak hanya oleh kafir tapi juga oleh kalangan yang mengaku Islam.

Pada bagian akhir, Ustad Khaththath pun menepis pandangan beberapa intelektual dan beberapa tokoh Islam yang tidak setuju dengan khilafah. Ia meminta para jamaah bertanya kepada para tokoh itu tentang satu hal, ’’Siapa pemimpin (penguasa) pada zaman ulama-ulama seperti Imam Syafi’i, Maliki, Hambali, dan lain-lain? [Mujiyanto]

Tidak ada komentar:

AddThis Feed Button