Google News

Tempointeraktif

Eramuslim

Selasa, 14 Agustus 2007

Kita HMI, bukan MPO!

Oleh : ABDUL RASYID

Temu Regional HMI Se-Indonesia Bagian Utara berakhir pagi ini, kelelahan yang mendera setelah dua hari bergelut dengan perdebatan seputar isu-isu hangat yang mengemuka menjelang kongres ke-26 HMI di Jakarta ini terhapus oleh senyum kepuasan ketika Ketua Umum Badko HMI Inbagtar, Itho Murtadha menutup acara ini dengan resmi, kamis pagi hari 09 Agustus 2007 .
Salah satu isu hangat yang cukup menyita perbincangan peserta Temu Regional ini adalah isu perubahan nama HMI. Kubu yang mendorong perubahan nama HMI menjadi HMI MPO mengklaim bahwa pilihan ini menunjukan keberanian HMI untu mempertegas eksistensinya, “Sudah saatnya kita berani mengakomodasi nama MPO dalam konstitusi setelah sekian lama kita sandang secara sosiologis.” Ujar Zaid Ali, Steering Committee Temu Regional.
Bagi Zaid, MPO tidak lagi hanya difahami sebatas nama belaka, “MPO adalah ideologi, ruh dan spirit untuk membangun HMI yang kritis, progresif dan peka terhadap pembaharuan”. Menurutnya, kalau ini tidak dilekatkan dibelakang HMI maka sepertinya ada ambiguitas identitas di tubuh organisasi. “Disatu sisi kita bangga sebagai MPO, tapi disisi lain kita malu-malu memasang MPO di konstitusi, ada apa ini?” lanjut Zaid.

Argumen Zaid dibantah keras oleh Hariman Podungge, Korwil Inbagtar Kornas KP HMI ini mengatakan, “Kita adalah pewaris sah HMI 1947, MPO hanyalah salah satu fase sejarah dalam dialektika ke-HMI-an kita, jadi nama kita adalah HMI!” tegasnya. Bagi Hariman, penambahan nama MPO akan menjadi bukti kekalahan dalam perebutan nama HMI, “apakah kita harus menyerah dan menyerahkan klaim atas nama HMI kepada yang lain? Itu artinya kita telah kalah.” Singgungnya.
Sementara itu, Iskandar Matiti merasa bahwa perdebatan tentang nama HMI atau HMI MPO tidaklah signifikan. Ketua Umum HMI Cabang Gorontalo ini mengemukakan, “dalam konteks Gorontalo, kita sudah dikenal sebagai HMI, jadi kalau menambahkan embel-embel MPO hanya akan menimbulkan pertanyaan lagi dikalangan eksternal HMI”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Nurseha, Ketua Bidang Aparat HMI Cabang Tolitoli ini mengungkapkan bahwa penambahan nama MPO tidak dibutuhkan, “di Tolitoli, tanpa penambahan MPO pun, kita sudah dikenal sebagai HMI yang mempertahankan Islam pada tahun 1986, jadi tidak perlu repot dengan penambahan nama ini”. Dalam konteks Tolitoli, pihak eksternal HMI sudah mengetahuai adanya dua struktur HMI sejak perpecahan tahun 1986.

Namun bagi Mahful Haruna, justru dengan penambahan MPO dibelakang nama HMI akan mempertegas identitas kita secara sosiologis, “apakah kita mampu benar-benar merebut klaim nama HMI itu?” sentilnya. “Sampai saat ini kita memang tidak pernah memasang nama MPO tapi apakah kita dikenali sebagai HMI saja? Tidak kan? Pihak eksternal mengenal kita sebagai MPO, ini realitasnya”. Sambung Mahful.
Kekhawatiran ini ditanggapi oleh Aswin Saikim, dengan penuh ketegasan, Ketua Umum HMI Cabang Palu ini mengungkapkan bahwa HMI tidak membutuhkan MPO, “di Palu ini, kalau orang menyebut HMI, maka yang dimaksud pasti kita, jadi memang tidak dibutuhkan penambahan MPO.” Bahkan menurutnya, ini sekedar persoalan strategi pencitraan organisasi. “Sudah saatnya klaim HMI kita rebut!” yang disambut dengan takbir dari beberapa peserta.

Usulan untuk merebut klaim HMI diamini oleh Hariman, “kita harus fight menegaskan eksistensi ke-HMI-an kita, kita harus bermental pemenang. Kalau tahun 86 orang mengenal HMI vs HMI MPO, sekarang HMI Dipo vs HMI MPO, maka kedepan kita pasti bisa membalik keadaan, masyarakat akan mengenal HMI vs HMI Dipo.” Kembali takbir mengiringi ungkapan Hariman. “Penting juga untuk dicatat,” menurut Hariman, “ber-MPO hanyalah salah satu fase sejarah keber-HMI-an kita sejak 1947, jadi tidak perlu MPO itu menjadi beban sejarah yang menghantui”.
Dalam kesempatan ini, Itho Murthada mengingatkan agar kita harus siap menerima konsekuensi apabila kita bertahan untuk memakai nama HMI. “Akan ada kelompok alumni yang merasa terganggu dengan penghilangan identitas MPO secara tegas dari HMI, terutama alumni yang berperan pada pembentukan MPO, belum lagi kemungkinan dilakukannya gugatan hukum oleh HMI (Dipo)”. Demikian ulas Ketua Badko HMI Inbagtar ini.
“Menghadapi kemungkinan tuntutan hukum dari HMI Dipo menjadi masalah yang patut dipertimbangkan”, Abdullah sang pimpinan sidang kembali mengingatkan peserta akan konsekuensi yang dihadapi. Namun bagi Aswin itu bukan masalah, “kita juga sudah harus mempersiapkan diri untuk itu, kalau perlu kita membuat tim untuk mengumpulkan bukti-bukti historis bahwa kitalah HMI yang sah”, tegasnya.

Setelah mendapatkan gugatan keras dari peserta, sikap Zaid Ali yang sebelumnya begitu getol mendorong penambahan MPO kemudian mengendor, “baiklah, kalau teman-teman memang menghendaki penegasan nama HMI saja bagi organisasi ini, saya harapkan teman-teman berani untuk tidak lagi memasang embel-embel MPO setelah HMI ini sebentuk konsistensi sikap.” Ini dipertegas oleh Aswin, “ya, kita harus berani dikenal sebagai HMI dan bukan MPO. Kita kan masuk organisasi HMI bukan MPO!”

2 komentar:

Yudi Helfi mengatakan...

Buat saya, HMI baik dipo atau MPO, harus bisa menunjukkan komitmen keislaman yang terbaok. Pada akhirnya market yang akan menilai mana yang sebenar-benar HMI

BRIGADE PII SUMUT mengatakan...

Memang, di Indonesia Timur kalo dibilang HMI, ya pasti orang akan tau itu MPO.
tapi kalo di tempat laen gimana???
saya rasa perlu ada upaya untuk ishlah antara MPO dan Dipo.
Dan saya juga selaku orang luar memandang bahwa HMI (Dipo) di sini walaupun dlm AD ART nya berasas Islam, namun tampak kurang mengamalkannya.
indikatornya ialah bahwa sudah beberapa kali buat acara di sekretarian PII Sumut, seing saya liat tidak sholat.
Wallahu a'lam

AddThis Feed Button